Dilahirkan
sebagai perempuan berdarah Belanda dan Jawa adalah suatu keunikan tersendiri
bagiku. Namaku sendiri, Alicia Mekar Lucia, pemerian campuran Ayah dan Ibuku.
Nama Mekar itu pemberian almarhumah Bundaku, yang keturunan orang keraton Yogyakarta.
Sedangkan Alicia Lucia dari Ayahku, yang keturunan Belanda. Maka tak heran, aku
memiliki kulit putih pucat dan mata coklat turunan Ayah, tapi rambutku hitam
tebal dari Bunda. Kini aku dan Ayah tinggal di kota Kembang, Bandung. Di umurku
yang sudah menginjak masa remaja ini, yang baru saja akan duduk dibangku kelas
1 SMA, tapi aku sekalipun belum pernah merasakan jatuh cinta. Berbeda dengan
banyak anak remaja lainnya.
Meski
banyak siswi laki-laki yang menyatakan perasaannya padaku, tapi aku sama sekali
tidak tertarik dengan mereka. Tapi kali ini Tuhan memberikan suatu keajaiban
dalam hidupku. Aku kini merasakan untuk pertama kalinya, bagaimana rasanya hati
berbunga-bunga, dan pikiran yang hanya tertuju pada satu orang saja, ya benar
kini aku tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Meski untuk sebagian remaja
seumuranku pada umumnya ini hal yang wajar, tapi menurutku ini adalah hal yang
baru saja aku alami.
Siswi
laki-laki satu angkatan, berbeda kelas, berambut hitam, kulitnya cukup putih,
dan tubuhnya tinggi melebihi aku, dialah yang sudah mencuri perhatianku.
Awalnya aku bertemu dengannya ditangga. Dia dan teman-temannya melewat didepan
wajahku, menatap diriku sekilas, tapi aku tidak bisa memanglingkan mataku
darinya. Namanya Radit, entah dia tinggal dimana, entah dia anak baik-baik atau
tidak, entah dia sudah memiliki kekasih atau tidak, yang pasti dia adalah cinta
pertamaku.
Suatu
sore, aku dan teman-temanku jalan-jalan ke mall, secara kebetulan kami
berpapasan dengan Radit, membuatku salah tingkah didepannya, semenjak itu kami
dekat, dan berteman dengan baik. Meski sesungguhnya aku ingin hubungan kami
lebih dari sekedar pertemanan, tapi, bisa berteman baik dengannya saja adalah
suatu anugerah bagiku.
Radit itu
laki-laki yang baik, dia ramah, sopan, serta asyik diajak bercanda, seperti
layaknya yang aku fikirkan. Aku senang bisa ddekat dengannya, bisa bercanda dengannya
setiap saat, bisa berpapasan dengannya setiap bertemu, bisa saling mengirim
pesan singkat setiap waktu. Aku kira pertemanan kami bisa lebih dari sebuat
pertemanan biasa, tapi itu mustahil, dan memang benar mustahil.
Suatu hari
dibulan Oktober, aku tahu kalau Radit sudah memiliki pacar. Namanya Shilla,
siswi perempuan yang kelasnya bersebelahan dengan kelasku. Dan ternyata cintaku
pada Radit bertepuk sebelah tangan. Aku memang memendam rasa ini sendirian,
tidak ada yang tahu. Karena aku yakin suatu saat kejadian seperti ini akan
terjadi, maka lebih baik menyimpan rahasia ini sendirian.
Untuk
pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta, dan ras aitu harus bertepuk sebelah
tangan, juga dibalas sakit hati. Aku ini salahku memendam rasa sendirian, Radit
sudah jelas tidak salah. Tapi, aku tidak mau juga kalau berpacaran dnegan
Radit, hanya karena dia kasihan kepadaku saja. Itu pasti lebih membuatku skait
lagi.
Yang pasti
aku hanya tidak mau hubunganku dengan Radit berubah hanya karena dia sudah
punya pacar. Aku ingin tetap bersahabat
dengannya. Ingin terus bebas bisa jalan-jalan dengannya, mengobrol bebas
dengannya, saling mengirim pesan singkat dengannya, tanpa dia tahu kalau dia
sudah membuat rasa yang amat dalam padaku. Aku tidak mau semua ini berubah.
Melihatnya
bahagia dengan wanita lain adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagiku. Meski
sebenarnya sakit, aku harus turut bahagia melihatnya bahagia, meski bnukan
dengannku. Aku tahu Tuhan akan memberiku pendamping yang baik, meski kalau itu
bukan Radit sekalipun aku ikhlas. Biar kusimpan rasa ini sendirian tanpa harus
diketahui oleh orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar