Kupenjamkan
mataku selama beberapa menit, berdoa agar Tuhan mendengar doaku, dan juga tak
lupa untuk mengabulkannya. Berdoa agar aku diberi kekuatan ‘lagi’. Menjadi
seperti remaja normal layaknya orang-orang disekelilingku itu sulit. Aku lebih
pendiam dan jarang bicara. Entah kenapa rasanya jantungku ingin meledak saat
aku mendengar obrolan mereka yang menurutku sangat rumit. Yang dominan menjurus
ke masalah percintaan mereka, kehidupan royal mereka, hobi mereka, pengalaman
mereka, dan masih banyak hal lain lagi. Bahkan aku berani sumpah, mungkin hanya
disekolah mereka memikirkan pelajaran, tapi diluar tidak.
Dan entah
kenapa, akhir-akhir ini aku berubah drastis. Sekarang aku punya hobi baru;
menguping pembicaraan rumit mereka, seperti obrolan mereka tentang pacarnya
masing-masing, kegiatan mereka saat ke mall kemarin, dan sebagainya. Aku pikir
aku harus menjadi seperti mereka, agar aku normal. Agar aku bisa menjalani
hidup santai seperti mereka, meninggalkan buku-buku novel dan pelajaran tebal
yang dahulu sempat menjadi sahabatku. Aku rasa aku harus mencontek gaya hidup
mereka. Meski dari penglihatan secara fisik, sepintas kami semua sama; aku dan
mereka sama! Meski sesungguhnya mental kami jauh berbeda.
Kini aku
mulai menerapkan gaya hidup mereka ke kehidupanku. Dari mulai tidak terlalu
fokus ke pelajaran, meninggalkan buku dan novel tebalku, mengubah gaya rambut
kepangan, sampai akhirnya aku memutuskan melepas kacamata dan beralih ke
softlens. Semua itu aku mulai dari hari Senin kemarin, saat aku berjalan
memasuki kelas, seisi kelas menatapkan mata mereka keujung rambut hingga
sepatuku, aku tahu mungkin ini gila, tapi inilah caraku agar bisa menjadi
normal, dan agar ‘mereka berhenti melontarkan ejekannya padaku’.
Kini
mereka mulai berhenti meledekku. Dan mulai mendekatiku, mulai mengajakku
mengobrol dan mengikutsertakan aku ke dalam obrolan mereka yang sebelumnya aku
hanya bisa ‘menguping’ mereka saja, kini aku
bisa secara langsung ikut serta ke dalam obrolan itu. Gaya bahasaku yang
‘baku’ lama-lama mulai berubah ke bahasa ‘gaul’ layaknya remaja lainnya. Kini
aku tahu bagaimana rasanya jalan-jalan ke mall sepulang sekolah, rasanya disapa
orang-orang yang sebelumnya aku tak mengenalnya sama sekali saat bertemu dimana
saja, rasanya membalas dan saling bercakapan lewat pesan singkat atau jejaring
sosial, rasanya bercakapan sebelum tidur dimalam hari, aku rasa aku suka
kehidupanku yang baru ini dan aku rasa aku mulai merasa ‘nyaman’.
Sampai ke
hal yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya, meski aku sering mendengar dan
mengetahuinya sebelumnya lewat film atau novel; rasanya dicintai dan dikagumi
oleh lawan jenis. Bergabung dengan anak-anak yang cukup popular, membuat
orang-orang menjadi kenal padaku, bahkan sebagian menjadi akrab. Dan banyak
juga siswa laki-laki yang mendekatiku. Sebelumnya aku tidak pernah merasakan
ini. aku berfikir mungkin ini adalah rasa jatuh cinta yang sering aku dengar,
atau lebih tepatnya yang sering teman-teman atau remaja lainnya bicarakan.
Banyak
siswa pria yang menyatakan rasa mereka padaku. Dari mulai yang berparaskan
tampan atau standar, berkulit putih, coklat, atau hitam, bertubuh tinggi atau
pendek; yang pasti tak satupun dari mereka yang aku balas rasanya. Karena aku
sadar aku tidak tahu rasanya bagaimana jatuh cinta. Aku harus berlajar terlebih
dahulu!
Hingga
akhirnya, setelah teman-teman ‘baruku’ menjelasakan semuanya, kini aku mengerti
apa itu pacar. Apa itu jatuh cinta. Apa itu rasa bahagia atau kecewa. Dan kini
aku merasakannya! Dengan seorang siswa laki-laki yang lebih tua satu angkatan
dariku. Anggota ekskul futsal disekolah. Menurutku, wajahnya lucu, manis.
Badannya tinggi sekali, hingga aku hanya sepundaknya saja. Senyumnya manis,
suaranya besar. Tapi apakah dia bisa tahu kalau aku menyimpan rasa padanya?
Apakah dia tahu bahwa dia adalah cinta pertamaku? Apakah dia bisa menyimpan
rasa yang sama padaku? Banyak orang bilang aku manis. Tapi entah itu hanya
sekedar pujian atau memang benar. Mungkin, bila tubuhku didefinisikan seperti
ini; wanita berkulit putih seperti orang Cina, matanya agak sipit dengan dua
bola mata hitam mengkilat, berambut yang
lurus hitam tebal sepunggung, dan bertinggi badan 160cm.
Apakah aku
termasuk ke dalam kriteria wanita idamannya? Dia lebih tua dariku, dan aku
ingin dia membalasa perasaanku. Keajaiban Tuhan kini datang. Suatu hari aku
mengantar temanku menunggu pacarnya latihan futsal, dengan senang hati aku
menemaninya. Karena aku tahu aku bisa melihat Dia juga latihan. 30menit sudah
mataku tidak berpaling sedikitpun darinya. Melihatnya latihan dengan semangat.
Senang rasanya, bisa melihatnya latihan dengan semangat, hingga waktunya
istirahat latihan. Aku sendirian terdiam dibangku taman, menyibukkan diriku dengan
gadget, kareka aku tahu temanku sedang asyik berduaan dengan pacarnya dibangku
taman sebelahku. Dan disinilah keajaiban muncul. Temanku meminta tissue padaku,
katanya untuk salah satu pemain futsal yang cedera. Aku meraih tissue dari
dalam tas. Dan temanku menyuruhku untuk memberikannya pada pemain yang cedera
itu. Mulutku terngangap saat melihat ternyata pemain yang cedera itu Dia!
Tangaku
gemetar saat memberikan tissue pada Dia. Akhirnya kami mengobrol, slaing tertawa
dan seakan kami telah kenal cukup lama. Hanya butuh beberapa menit untuk bisa
akrab dengannya. Dengan imbalan aku diantarnya pulang. Semuanya terus
berlanjut. Kami saling mengirim pesan singkat lewat ‘BBM’. Bahkan Dia sering
mengantarku pulang dengan motor kuplingnya yang suara knalpotnya membuat
kupingku sakit. Tapi tetap saja aku senang. Hingga pada tanggal 7 bulan kedua
awal tahun, dia menyatakan rasanya padaku, menawarkan diriku menjadi pacarnya.
Bukan main aku menjerit membaca kata-katanya itu. Dan akhirnya semenjak itu
kami berpacaran.
Perubahan
drastis yang aku lakuakn pada tubuh dan mentalku membuat suatu yang istimewa.
Tapi tidak merubah sifatku yang akan tetap menjadi aku. Perubahan drastis
padaku, tapi sedikitpun tidak membawa dampak negatif. Aku kini normal, layaknya
remaja lain. Hidup santai, tapi tetap menjadi murid terpintar dikelas. Memiliki
pacar yang normal layaknya orang lain. Hidup tanpa ejekan dan olok-olokan
seperti dulu. Semuanya berubah. Bagaikan sihir yang siayunkan oleh tongkat sihir.
Tapi ini smeua berkat usahaku. Aku yakin ini memang akan terjadi.